TUBERKULOSIS

Memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia Tanggal 24 Maret

Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi bakterikronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantai sel (cell-mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik dan berakhir dengan kematian (Wahid, 2013).

Penyebab Tuberkulosis

TB Paru adalah penyakit menular langsung. Sebagian besar kuman penyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB ini cepat mati dengan sinar langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun (Mutia, 2013).

Tipe Pasien Tuberkulosis

1) Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksanaan bakteriologis

Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI. Termasuk dalam kelompok ini adalah:

a) Pasien TB Paru BTA Positif

b) Pasien TB Paru hasil biakan M. tuberculosis positif

c) Pasien TB Paru tes cepat M. tuberculosis positif

d) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena

e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis

2) Pasien TB terdiagnosis secara klinis

Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:

a) Pasien TB Paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.

b) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan hispatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

c) TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.

Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.

Klasifikasi Tuberkulosis

Diagnosis TB adalah upaya untuk menegakkan atau menetapkan seseorang sebagai pasien TB dengan keluhan dan gejala penyakit yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Selanjutnya untuk kepentingan pengobatan dan survilan penyakit, pasien harus dibedakan berdasarkan klasifikasi dan tipe penyakitnya (Kemenkes RI, 2014).

1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

Klasifikasi TB berdasarkan lokasi anatomi dari penyakitnya dibedakan menjadi dua, yaitu TB Paru dan TB Ekstra Paru.

a) TB Paru

TB Paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier tuberkulosis dianggap sebagai TB Paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis tuberkulosis di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai tuberkulosis ekstra paru. Pasien yang menderita TB Paru dan sekaligus menderita TB Ekstra Paru, diklasifikasikan sebagai TB Paru.

b) TB Ekstra Paru

TB Ekstra Paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB Ekstra Paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB Ekstra Paru harus diupayakan berdasarkan penemuan M. tuberculosis. Pasien TB Ekstra Paru yang menderita TB pada beberapa organ diklasifikasikan sebagai pasien TB Ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.

2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, TB dibedakan menjadi tiga, antara lain:

a) Pasien baru TB

Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari bulan (<28 dosis).

b) Pasien yang pernah diobati TB

Pasien sebelumnya pernah menelan OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasi berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

(1) Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

(2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

(3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat/default).

(4) Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui

3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien di sini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari M. tuberculosis terdapat OAT dan dapat berupa:

a) Mono resistant (TB MR), resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.

b) Poli resistant (TB PR), resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.

c) Multi drug resistant (TB MDR), resisten terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.

d) Extensive drug resistant (TB XDR), TB MDR yang sekaligus juga resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin dan amikasin).

e) Resistant Rifampisin (TB RR), resisten terhadap rifampisin dengan atau tanpa resisten terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotif (tes cepat) atau metode fenotif (konvensional).

4) Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

TB juga dibedakan menurut status HIV yang ada pada diri pasien. Hal ini dikarenakan pada orang dengan HIV memiliki kekebalan tubuh yang rentan sehingga mudah terserang penyakit terutama penyakit TB. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV antara lain:

a) Pasien TB dengan HIV (Pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis tuberkulosis.

b) Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien TB dengan hasil tes HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB dengan HIV Positif.

c) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa bukti pendukung hasil tes HIV saat didiagnosis TB ditetapkan. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.

Penularan Tuberkulosis

Hari Tuberkulosis Sedunia: Dalam Ancaman Tuberkulosis di Tengah Pandemi  Corona | kumparan.com
Gambar 1. Proses penularan penyakit TBC.

Penyakit TB yang disebabkan oleh bakteri M. tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TB batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhidup oleh orang lain saat bernapas. Bila pasien batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lian, basil TB tersembur dan terhisap ke dalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan (Wahid, 2013).

Setiap kali pasien ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan di mana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat, tetapi dalam ruang gelap dan lembab dapat bertahan saman beberapa jam (Wahid, 2013).

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TB adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008).

Cara penularan TB dapat pula dibagi menjadi dua yakni secara langsung dan tidak langsung (Prihantoro, 2013):

1) Penularan secara langsung

a) Berbicara berhadapan langsung dengan pasien TB

b) Percikan air ludah (Air Born) pada saat batuk dan bersin dari pasien TB

c) Dari udara ruangan (dalam satu kamar) dengan pasien TB

2) Penularan secara tidak langsung

a) Melalui makanan dan minuman

b) Penggunaan alat makan, mandi dan pakaian milik pasien TB

c) Penggunaan sapu tangan atau tisu yang biasa digunakan pasien TB.

Tanda dan Gejala Tuberkulosis

Menurut Prihantoro (2013), tanda dan gejala penyakit TB digolongkan menjadi dua yaitu:

1) Gejala Respiratorik

a) Batuk

Batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.

b) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah.

c) Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain

d) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejalan ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2) Gejala Sistemik

a) Demam

Demam subfebris dapat menjadi salah satu tanda khas infeksi kuman TB yakni dengan suhu antara 37,5°C sampai 38,5°C.

b) Keringat malam

Berkeringat pada malam hari tanpa ada aktivitas atau kegiatan dan tanpa adanya pengaruh suhu lingkungan.

c) Penurunan berat badan

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun dengan penanganan gizi yang baik.

d) Malaise

Badan lemah, nafsu makan menurun dan rasa kurang enak badan.

Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada pasien stadium lanjut (Wahid, 2013):

1) Hemomtisis berat (pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

3) Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

5) Insufisiensi kardio pulmoner (cardio Pulmonary Insufficiency).

Pasien yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.

Pengobatan Pasien Tuberkulosis

Tujuan pengobatan TB adalah (Kemenkes RI, 2014):

1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.

2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya.

3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB

4) Menurunkan penularan TB

5) Mencegah terjadinya penularan TB Resisten Obat

Prinsip Pengobatan Tuberkulosis

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang cukup harus memenuhi prinsip (Kemenkes RI, 2014):

1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.

2) Diberikan dalam dosis yang tepat

3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO sampai selesai pengobatan.

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan Pengobatan

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud (Kemenkes RI, 2014):

1) Tahap Awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalkan pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.

2) Tahap Lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan selama 4 bulan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Pemantauan Kemajuan Pengobatan Tuberkulosis

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahhak pasien TB BTA Positif merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke-5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Lebih Manjur, WHO Luncurkan Obat Tuberkulosis Lewat Mulut : Okezone  Lifestyle

Tabel 1. OAT Lini Pertama

JenisSifatEfek Samping
Isoniazid (H)BakterisidalNeuropati perifer, psikosis, toksik, gangguan fungsi hati, kejang
RIfampisin (R)Bakterisidalflu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin berwarna merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, demam, skin rash, sesak napas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z)Bakterisidalgangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout atritis
Steptomisin (S)BakterisidalNyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan dan pendengaran, renjatan anafilatik, anemia, agranulositosis, trombositopeni
Etambutol (E)BakteriostatikGangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer
Sumber: Kemenkes RI (2014)

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia sesuai rekomendasi WHO dan International Standards for TB Care (ISTC) adalah:

1) Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a) Pasien TB Paru terkonfirmasi Bakteriologis

b) Pasien TB Paru terdiagnosis klinis

c) Pasien TB Ekstra Paru

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150)
30 – 37 kg2 tablet 4KDT2 tablet 2KDT
38 – 54 kg3 tablet 4KDT3 tablet 2KDT
55 – 70 kg4 tablet 4KDT4 tablet 2KDT
≥71 kg5 tablet 4KDT5 tablet 2KDT
Sumber: Kemeskes RI (2014)

2) Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang):

a) Pasien kambuh

b) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

3) Kategori Anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasi dan PAS serta OAT lini ke-1 yaitu Pirazinamid dan etambutol.

Paduan OAT Kategori ke-1 dan ke-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Selain paduan OAT Kategori ke-1 dan ke-2 tersebut ada paduan obat lain yang disebut paket kombipak. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya. Selain itu ada juga paduan OAT kategori anak yang disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien (Kemenkes, 2014).

Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan (Kemenkes, 2014).

Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

Tabel berikut menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Tabel 3. Efek Samping Ringan OAT

Efek SampingPenyebabPenatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perutRifampisinSemua OAT diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendiPirasinamidBeri Aspirin
Kesemutan sampai rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari
Warna kemerahan pada air seni (urin)RIfampisinTidak perlu diberi apa-apa, tetapi perlu penjelasan kepada pasien
Sumber: Kemenkes RI (2014)

Tabel 4. Efek Samping Berat OAT

Efek SampingPenyebabPenatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulitSemua jenis OATIkuti petunjuk penatalaksanaan di bawah*)
TuliStreptomisinStreptomisin dihentikan
Gangguan keseimbanganStreptomisinStreptomisin dihentikan ganti Etambutol
Ikterus tanpa penyebab lainHampir semua OATHentikan semua OAT sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah (permulaan ikterus karena obat)Hampir semua OATHentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatanEtambutolHentikan Etambutol
Purpura dan renjatan (syok)RifampisinHentikan Rifampisin
Sumber: Kemenkes RI (2014)

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit” yaitu jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

Hasil Pengobatan Pasien Tuberkulosis

Tabel 5. Daftar Hasil Pengobatan Pasien TB

Hasil PengobatanDefinisi
SembuhPasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya
Pengobatan lengkapPasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap yang pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan
GagalPasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT
MeninggalPasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan
Putus berobat (lost to follow-up)Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih
Tidak dievaluasiPasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah “Pasien pindah (Transfer out)” ke kabupaten/kota lain yang hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan
Sumber: Kemenkes RI (2014)

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)

Strategi DOTS adalah strategi yang direkomendasikan untuk pengendalian TB. Prinsip DOTS adalah mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap pasien agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan melakukan pelacakan bila pasien tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang ditetapkan. Strategi ini tidak hanya menekan pada satu aspek, namun terdapat 5 elemen dasar yang termasuk dalam strategi DOTS. Lima elemen dasar strategi DOTS tersebut antara lain (International Council of Nurse, 2011):

a. Komitmen politisi

b. Identifikasi kasus dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

c. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. PMO adalah seseorang yang menjamin keteraturan pengobatan pasien rutin. Adapun syarat dan tugas PMO sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014):

a. Persyaratan PMO

Persyaratan untuk menjadi PMO antara lain (Kemenkes RI, 2014):

1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus dihormati dan disegani oleh pasien.

2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien

3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela

4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

b. Siapa yang dapat menjadi PMO

Siapa saja yang dapat menjadi PMO juga dijabarkan dalam Buku Saku Kader Program Penanggulangan TB, antara lain:

1) Anggota keluarga atau kerabat yang tinggal serumah

2) Tetangga

3) Teman atau atasan (rekan kerja, supervisor, sipir, dll)

4) Tokoh agama, tokoh masyarakat atau tokoh adat

5) Kader kesehatan (Posyandu, Juru Pemantau Jentik, KB, dll)

6) Anggota organisasi kemasyarakatan (PKK, LSM, dll)

8) Petugas kesehatan (bidan di desa, perawat, pekarya, juru imunisasi, dokter, dll)

c. Informasi penting yang perlu dipahami PMO

Pengawas Menelan Obat perlu memahami beberapa informasi penting untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya (Kemenkes RI, 2014).

1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya

4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

d. Tugas seorang PMO

Pengawas Menelan Obat memiliki beberapa tugas yang harus dilakukannya, antara lain (Depkes RI, 2009):

1) memastikan pasien TB menelan obat sesuai aturan sejak awal sampai selesai pengobatan

a) membuat kesepakatan antara PMO dan pasien mengenai lokasi dan waktu menelan obat

b) PMO dan pasien harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat

c) pasien menelan obat dengan disaksikan oleh PMO

2) mendampingi dan memberikan dorongan kepada pasien agar berobat lengkap secara teratur

a) meyakinkan kepada pasien bahwa TB dapat disembuhkan dengan menelan obat secara lengkap dan teratur

b) mendorong pasien untuk tetap menelan obatnya saat mulai bosan

c) Mendengar setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan rasa percaya diri

d) menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar pasien tidak putus berobat.

3) Mengingatkan pasien TB untuk mengambil obat dan periksa ulang dahak sesuai jadwal

a) mengingatkan pasien waktu untuk mengambil obat berdasarkan jadwal pada kartu identitas pasien

b) memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat

c) mengingatkan pasien waktu untuk periksa dahak ulang berdasarkan jadwal pada kartu identitas pasien

d) memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa dahak ulang

4) Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan merujuk ke sarana pelayanan kesehatan

a) menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan OAT

b) melakukan tindakan sesuai dengan keluhan yang dialami pasien

c) menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami dapat ditangani

5) Memberikan penyuluhan tentang TB kepada keluarga pasien atau orang yang tinggal serumah

a) TB disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna-guna atau kutukan dan bukan penyakit keturunan,

b) TB disembuhkan dengan berobat lengkap dan teratur,

c) cara penuluran TB, gejala-gejala TB dan cara pencegahannya,

d) cara pemberian obat (tahap awal dan lanjutan)

e) pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan teratur,

f) kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke sarana pelayanan kesehatan.

Agar mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi, pengobatan pasien TB membutuhkan penggunaan obat TB secara rasional oleh tenaga kesehatan dan dukungan yang memadai dari berbagai pihak terhadap pasien TB dan pengawas minum obat (PMO). Setiap fasilitas pelayanan harus melaksanakan pendekatan pelayanan yang berfokus pada pasien (patient-centered approach) sebagai berikut (Kemenkes, 2011):

1) Memberikan informasi mengenai pilihan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan pengobatan TB dan implikasinya bagi pasien dengan tujuan meminimalkan opportunity costs dan memperhatikan hak-hak pasien

2) Menjamin setiap pasien TB memiliki PMO

3) Mengoptimalkan pelaksanaan eduikasi bagi pasien dan PMO

4) Mempermudah akses pasien terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang telah tersedia (seperti Puskesmas, Balai Kesehatan Paru Masyarakat, rumah dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya)

5) Mengembangkan pendekatan pelayanan DOTS berbasis komunitas

Dalam buku Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis kegiatan PMO yaitu berperan memberi dukungan atau memotivasi keteraturan berobat pasien TB (Kemenkes RI, 2014).

Referensi

1) Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kemenkes 2014