Lingkup area geografis
Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km², dengan batas wilayah Kota Bekasi adalah:
Batas Wilayah
Sebelah Utara : Kabupaten Bekasi
Sebelah Timur : Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok
Sebelah Barat : Provinsi DKI Jakarta
Demografi
Populasi penduduk Kota Bekasi pada Tahun 2020 adalah 2.543.676 jiwa dengan kepadatan 12.085 jiwa per km².
Topografi
Kondisi Topografi Kota Bekasi dengan kemiringan antara 0 – 2 % dan terletak pada ketinggian antara 11 – 81 m diatas permukaan air laut. Ketinggian ≥ 25 m: Kecamatan Medan Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Timur dan Kecamatan Pondok Gede. Ketinggian 25 – 100 m: Kecamatan Bantar Gebang, Kecamatan Pondok Melati, dan Kecamatan Jati Asih. Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah yang menyebabkan daerah tersebut banyak genangan, terutama pada saat musim hujan yaitu: Kecamatan Jati Asih, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Rawalumbu, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Barat, dan Kecamatan Pondok Melati.
Hidrologi
Kondisi hidrologi Kota Bekasi dibedakan menjadi dua:
1. Air permukaan, mencakup kondisi air hujan yang mengalir ke sungai-sungai.
Wilayah Kota Bekasi dialiri 3 sungai utama yaitu Sungai Cakung, Sungai Bekasi dan Sungai Sunter, beserta anak-anak sungainya. Sungai Bekasi mempunyai hulu di Sungai Cikeas yang berasal dari gunung pada ketinggian kurang lebih 1.500 meter dari permukaan air. Air permukaan yang terdapat di wilayah Kota Bekasi meliputi sungai atau kali Bekasi dan beberapa sungai atau kali kecil serta saluran irigasi Tarum Barat yang selain digunakan untuk mengairi sawah juga merupakan sumber air baku bagi kebutuhan air minum wilayah Bekasi (Kota dan Kabupaten) dan wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kondisi air permukaan kali Bekasi saat ini tercemar oleh limbah industri yang terdapat di bagian selatan wilayah Kota Bekasi (industri di wilayah Kabupaten Bogor).
2. Air Tanah
Kondisi air tanah di wilayah Kota Bekasi sebagian cukup potensial untuk digunakan sebagai sumber air bersih terutama di wilayah selatan Kota Bekasi, tetapi untuk daerah yang berada di sekitar TPA Bantar Gebang kondisi air tanahnya kemungkinan besar sudah tercemar.
Iklim
Wilayah Kota Bekasi secara umum tergolong pada iklim muson tropis (Am) dengan tingkat kelembaban yang tinggi yakni sebesar ±78%. Kondisi lingkungan sehari-hari sangat panas. Hal ini terlebih dipengaruhi oleh tata guna lahan yang meningkat terutama industri atau perdagangan dan permukiman. Suhu udara harian diperkirakan berkisar antara 24 °C–33 °C. Oleh karena wilayahnya yang beriklim muson tropis, Kota Bekasi mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di Kota Bekasi dipengaruhi oleh angin muson timur–tenggara yang bersifat kering berhembus sejak awal bulan Mei hingga bulan September dengan bulan terkering yaitu bulan Agustus. Sementara itu, musim penghujan di kota Bekasi dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah & lembab dan biasanya bertiup pada bulan November hingga bulan Maret dengan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 300 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Kota Bekasi berada pada angka 1600–2000 milimeter per tahunnya dengan jumlah hari hujan ≥130 hari hujan.
Pemukiman
Jumlah Penduduk Kota Bekasi saat ini lebih dari 2,2 juta jiwa yang tersebar di 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Pondok Gede, Kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Jati Asih, Kecamatan Bantar Gebang, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Rawa Lumbu, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Barat, Kecamatan Medan Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Mustika Jaya, dan Kecamatan Pondok Melati.
Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50% sudah menjadi kawasan efektif perkotaan dengan 90% kawasan perumahan, 4% kawasan industri, 3% kawasan perdagangan, dan sisanya untuk bangunan lainnya.
Permasalahan
Kota Bekasi adalah Kota penghubung Ibukota Jakarta, dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat sehingga pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, terdapat permasalahan penting dalam sektor kesehatan, yaitu masih banyaknya masyarakat terjangkit penyakit Tuberkulosis (TB) Paru. Suspek TB Paru diperkirakan 2,7 orang per seribu jiwa. Dengan populasi 2,5 juta jiwa diperkirakan Kota Bekasi memiliki 6.867 penderita penyakit tersebut. Kini, di tengah situasi pandemik covid19, penderita TB-Paru menjadi kurang diperhatikan. Mulai dari kesulitan mendapatkan ambulans, ditolak rumah sakit, tidak dapat mengakses layanan transfusi darah, rawat inap hingga dikucilkan. Banyak layanan diprioritaskan untuk menangani pasien covid-19. Padahal harus menjalani pengobatan 6-9 bulan dan tidak boleh terputus hingga sembuh, karena jika terputus pengobatannya harus mengulang kembali.
Dalam penanggulangan TB Paru terdapat bantuan sosial pada Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 3 Juta per tahun (Mensos, 2020), Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Kesehatan akan menjalankan proyek perubahan yang bertajuk “KEBAS TBC Dengan 5T” Kecamatan Bebas Tuberkulosis, yang terdiri dari tersedianya SK PPM TBC Tingkat Kecamatan dan Kelurahan, tersedianya SK TIM DOTS di fasilitas pelayanan kesehatan, tersedianya SK Protokol Kesehatan TBC, tersedianya Kartu Kendali Follow Up pemeriksaan laboratorium pengobatan pasien TBC oleh kader TBC pendamping dan tersedianya Kartu Kendali minum obat pasien TBC oleh kader TBC pendamping.
Strategi
Strategi awal pelaksanaan program penanggulangan TB-Paru di Kota Bekasi dengan mengunjungi dan berkomunikasi aktif Dinas Kesehatan kota bekasi untuk mendapatkan data terakhir pasien TB yang terdata di puskesmas dan rumah sakit serta kontak utama di pusat layanan kesehatan masyarakat.
Selanjutnya adalah mengontak secara langsung petugas terkait, khususnya di puskesmas untuk dapat terhubung kepada kader TB-CARE di tingkat kelurahan Posyandu di tingkat rukun warga.
Strategi lanjutan adalah membangun dan melibatkan kader-kader masyarakat, baik yang telah menjadi kader TB CARE pada periode sebelumnya dengan mensinergikan dengan program kesehatan masyarakat yang menjadi mandat PKK dan posyandu dalam mengidenfikasi, menemukan, merujuk dan mendampingi penderita penyakit Tuberculosis dalam proses penyembuhan. Selain itu, tetap membangun.
Target Populasi
Program TB Paru akan menyasar ke sekitar 8000 masyarakat yang berpotensi sebagai penderita TB-HIV dari 2.543.676 jiwa (BPS Kota Bekasi, 2020) yang tersebar di 12 Kecamatan dan 56 Kelurahan di Kota Bekasi. Sehingga dalam satu bulan dapat minimal menemukan kurang lebih 140-141 penderita TB Paru setiap bulan dan dalam setahun minimal kurang lebih 1.680 jiwa penderita TB Paru.
Pendekatan Metode
Dalam menangani permasalahan yang terjadi terhadap pasien TB Paru, berikut ini adalah sejumlah pendekatan yang dilakukan:
- Membangun jejaring Kerjasama dengan petugas di pusat layanan kesehatan dari tingkat kecamatan hingga kota, seperti puskesmas dan rumah sakit daerah yang memiliki layanan khusus pasien TB Paru serta instansi pemerintah dan swasta yang memiliki layanan ambulans seperti dinas Kesehatan dan lembaga-lembaga amil zakat untuk mendapatkan informasi layanan terkini.
- Memastikan kader TB memiliki kontak pasien yang terus diperbarui untuk dapat dirujuk dan didampingi mengakses pengobatan sejak dini melalui rawat jalan dan rawat inap bagi pasien yang sudah berstatus parah melalui layanan obat gratis di puskesmas, penggunaan dana bantuan Kesehatan PKH ataupun kartu jaminan Kesehatan.
Mengonfirmasi kepada rumah sakit yang seharusnya dapat melayani pasien TB Paru terkait ketersediaan ruang rawat inap sampai mendapat layanan untuk cuci darah tanpa menginformasikan terlebih dahulu untuk pasien multidrug resistant tuberculosis (MDR).
Kerangka Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dilakukan sepanjang proyek berjalan. Sedangkan evaluasi dilakukan secara berkala setiap triwulan untuk menilai perubahan atas status pasien yang teridentifikasi, terujuk, terdampingi dan sembuh. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan kader di masyarakat untuk mencatat setiap suspek/pasien yang dilaporkan secara berkala per pekan dan per bulan. Selain itu, juga dilakukan kunjungan lapangan untuk mengobservasi langsung, mewawancara dan melakukan survei kepada pasien dan keluarga pasien atas kerja pendampingan kader-kader dalam membantu pasien dalam proses penyembuhan. Terakhir, melakukan koordinasi rutin dengan pemangku kepentingan di tingkat kelurahan, kecamatan dan kota atas perkembangan kejadian kasus TB di Kota Bekasi secara berkala dan berkesinambungan.
Penilaian Mandiri
Manajemen Yayasan Synersia merupakan lulusan sarjana dari perguruan tinggi negeri yang menguasai penggunaan alat dan perangkat lunak teknologi informasi serta memahami proses manajemen kinerja. Meski tidak seluruhnya menggunakan sistem manajemen informasi terintegrasi berbasis aplikasi website ataupun dekstop, namun dapat mengoperasikan aplikasi office dan lainnya untuk tetap menyajikan informasi terdokumentasi sebagai bagian dari akuntabilitas organisasi kepada pemangku kepentingan.
Akses Kesadaran
Kader TB mengidentifkasi pasien TB Paru di masyarakat tanpa membedakan gender, SARA dan memastikan masyarakat marjinal menjadi bagian prioritas untuk diberikan bantuan agar dapat tertangani oleh fasilitas kesehatan terdekat dan rujukan dalam pengobatan baik rawat jalan maupun rawat inap. Begitu juga, bagi kelompok rentan lainnya seperti lansia, anak, disabilitas dan minoritas lainnya. Tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti petugas puskesmas dalam menangani pasien di tengah situasi pandemik ini.
Jaringan Kerja dengan Pemangku Kepentingan
Selain sektor pemerintah (Dinkes, Puskesmas, RSUD termasuk RS TNI Polri), pihak swasta pun sangat diperlukan keterlibatannya. Sektor swasta ini antara lain organisasi profesi (IDI, Patelki, IAI, Persi, dll), RS swasta, apotik, lembaga swadaya masyarakat, kalangan pengusaha dan lain-lain. Pelibatan sektor swasta ini untuk melakukan ekspansi laynan pasien dan kesinambungan program pengendalian TB dengan pendekatan secara komprehensif.
Keberlanjutan
Manajemen yang terbiasa bekerja secara kolektif dan kolaborasi, menjadi modal utama untuk membangun pelibatan kader masyarakat, relawan dan jejaring lokal lain untuk terus terhubung, berkomunikasi dan membangun kerjasama lanjutan untuk kemandirian masyarakat dalam penanganan TB Paru. Sehingga, pada masa berakhirnya intervensi, setiap pemangku kepentingan yang telah terhubung dapat terus melanjutkan kerjasama untuk menghubungkan masyarakat dengan pihak-pihak lain yang dapat membantu kemandirian masyarakat untuk penanganan TB Paru dan faktor-faktor pendukung lainnya seperti program sanitasi dan air bersih.
Manajemen Risiko
Dalam mencegah terjadinya risiko keuangan, berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan:
- Pegiat, baik manajemen program maupun kader harus mematuhi kode etik dan peraturan yang diberlakukan lembaga untuk menjaga integritas.
- Perencanaan anggaran disusun dengan rinci sesuai peruntukannya dan mengacu pada perjanjian kerjasama kedua pihak.
- Transaksi keuangan dilakukan dioptimalkan melalui proses transfer bank dan dilengkapi dengan bukti transaksi utama serta dokumen pendukung.
- Transaksi untuk setiap kegiatan dilaporkan maksimal 25 hari kerja setiap bulannya.
- Pemantauan dan evaluasi keuangan regular.